Kurang lebih dua dekade lalu, film
Jurassic Park berhasil mengguncang dunia hiburan. Film karya Steven
Spielberg yang diangkat dari novel Michael Crichton ini mampu
menghidupkan makhluk purba ke layar sinema dengan amat real di jaman itu. Sempat dua sekuel dirilis, namun feel-nya terasa jauh dengan Jurassic Park . Di tahun ini, Jurassic World hadir dengan nuansa yang sangat kental dengan film pertama.
Setelah insiden di Isla Nublar, tepatnya 22 tahun silam, akhirnya theme park
impian John Hammond terwujud. Taman hiburan dengan berbagai wahana dan
dinosaurus sebagai atraksi utamanya . Seakan tak pernah puas, pemilik
taman ingin membuat atraksi baru yaitu seekor dinosaurus hybrid yang malah menjadi bumerang bagi mereka: Indominus Rex.
Indominus Rex. Nama yang sering diplesetkan oleh orang Indonesia karena
mirip nama merk mie instan, berhasil menjelma menjadi mimpi buruk bagi
para penonton bioskop. Mata kita akan disuguhkan dengan beragam aksi
saat makhluk ini perlahan merangkak naik ke puncak rantai makanan.
Tentunya akan banyak aksi berdarah yang disuguhkan makhluk pengacau ini.
JW terbagi menjadi dua part: sebelum dan sesudah Indominus Rex
“jalan-jalan”. Di awal film, taman hiburan Jurassic World diperlihatkan
dengan megah bin futuristik. Kita dibawa untuk ikut menikmati beberapa
wahana taman, plus menyaksikan dinosaurus dengan beragam jenisnya. Tensi
film akan berubah drastis sesaat ketika Indominus Rex lepas. Film ini
langsung menjelma menjadi thriller dengan bumbu action yang kaya. Meski banyak adegan man vs dino yang tidak berpihak pada manusia (obviously), JW tidak memperlihatkannya secara eksplisit, kok. Jadi “cenderung” aman buat yang tidak suka hal yang berbau sadis.
Ada banyak karakter yang hadir di film ini. Membahas satu per satu ditakutkan bakal memancing spoiler. Bahas satu main char
aja kali, ya. Chris Pratt yang memerankan Owen Grady, karakternya tak
jauh apa yang ia telah perankan dalam Guardian of the Galaxy. Humoris,
karismatik, powerful. Kemampuannya dalam membaca karakter hewan
diperlihatkan dalam keberhasilannya mengendalikan raptor, yang katanya “based on mutual respects“. Mengendalikan raptor? Yep, hal ini jadi salah satu yang paling menarik di sepanjang film.
Lalu seberapa identik-kah dengan film pertamanya? Jangan kaget kalau banyak banget callback yang mengacu pada Jurassic Park, baik itu properti maupun event.
Bagi kalian yang “veteran” dan nge-fans banget sama Jurassic Park,
pasti akan ada beberapa momen di mana kalian terbawa memori masa lalu
(halah!) atau mungkin merasa dejavu. Tapi justru hal itulah yang membuat
film ini begitu spesial bagi para fans hardcore Jurassic Park.
PERSONAL IMPRESSION
Merinding! Itu yang saya rasakan begitu mendengar theme song
dari film pertamanya dikumandangkan lagi di JW. Setelah menonton JW pun
rasanya ekspektasi awal telah dibayar lunas oleh kualitas film yang
aduhai. Efek CGI-nya top! Meski storyline nggak sehebat film pertama,
tapi JW berhasil membawa nama baik franchise legendaris ini.
Menurut saya, ini adalah film kedua terbaik setelah Jurassic Park. Suasana tegangnya dapet banget. Dinosaurus hybrid juga jadi inovasi yang tidak terpikir sebelumnya. Jangan salah, I-Rex bukan satu-satunya dino hybrid
yang ditampilkan, lho. Oh iya, saya rasa film ini lebih cocok ditonton
dalam versi 3D, mengingat Colin Trevorrow sang sutradara sejak awal
memang mengambil gambar dengan teknik 3D (bukan post-converted). Jadi efek 3D-nya terasa, nggak sekedar gimmick seperti film kebanyakan. So, langsung aja deh nonton di bioskop!
Score : 8/10
By Dimas Nugroho
0 comments:
Post a Comment