Di film yang ini, penontonnya malah berjubel. Penuh sampai ke bangku paling bawah. Kesuksesan dua seri Insidious sebelumnya sepertinya menjadi magnet yang kuat. Tapi, yang bikin males kalau banyak penonton gini, semuanya pada asik megang hape ketika film udah mulai. Pada asik buka-buka chat. Apaan banget coba. Mau nonton apa mau nongkrong. Cahayanya kan mengganggu banget. Mental yang perlu direvolusi.
Insidious 1 dan Insidious 2 kerennya kebangetan menurutku. Jadi, aku menaruh ekspektasi yang cukup tinggi untuk film ini. Terlebih, Insidious 2 menyisakan tanda tanya di endingnya. Ending menggantung. Nah, aku berharap tanda tanya itu bakal terbongkar di Insidious 3.
Film ini diawali dengan Quinn Breinner (Stefanie Scott) yang meminta bantuan Elise Rainier (Lin Shaye) untuk berkomunikasi dengan ibunya yang telah meninggal. Awalnya Elise nolak, tapi dia akhirnya bantuin juga. Tapi, pas Elise mencoba berkomunikasi, ternyata dia melihat sosok lain yang mengerikan. Ternyata Quinn telah mencoba berkomunikasi dengan ibunya sebelum ini. Suatu percobaan yang ternyata didengar oleh makhluk dari dunia lain.
Elise pun gak jadi membantu Quinn. Sejak saat itu, kehidupan Quinn Brenner tidak sama lagi. Berbagai teror dialaminya. Teror yang bikin ngilu. Jadi, yang masih di bawah 17 ++ jangan nonton ini deh.
Film ini settingnya sebelum Insidious pertama. Jadi, Elise cuma kenal Josh kecil. Belum membantu Dalton. Tapi, pas dia bantuin Josh kecil, si hantu gaun hitam itu menghantui Elise. Sejak itu, Elise gak pernah menggunakan bakatnya lagi. Tapi, gegara kasus Quinn, dia akhirnya mendapat keberaniaan untuk melawan si gaun hitam. Satu adegan yang epik menurutku, ketika Elise mendorong si gaun hitam, trus dia bilang, “Come on, Bitch.”
Si gaun hitam ngacir. Satu bioskop langsung pada ngakak. Gak lucu sih pas diceritain gini -_-. Mending nonton aja deh. Hehe.
Tapi, menurutku Insidious 3 masih kurang seram dibandingkan dua pendahulunya. Kalau di Insidious 1 dan 2, aku ketakutan setengah mati ketika setting waktu malam, dan mengembuskan napas lega ketika setting waktu siang. Tapi, di Insidious 3, porsi setting waktu malam terlalu singkat. Cuma satu dua adegan horor.
Dulu, pas abis nonton Insidious 1 dan 2, selama seminggu setiap ke kamar mandi pasti teringat si gaun hitam sialan itu. Mandi jadi gak nikmat. Pengen cepat selesai aja. Nah, Insidious 3, abis keluar dari bioskop aja udah hilang perasaan seramnya.
Suspensenya kurang. Nggak dipelihara secara terus menerus. Jadi, ketika abis dikasih scene horor, berganti ke scene lain yang drama banget menurutku. Ketakutan penonton udah jauh berkurang. Saraf tegangnya udah kendur banget. Ibaratnya abis liat body seksi cewek, ternyata mukanya Dijah Yellow. Yang tadinya konak, langsung KO.
Entah kenapa film ini terlalu banyak adegan dramanya. Aku berharap ketakutan, bukan berharap meneteskan air mata. Mungkin ini karena pergantian sutradara. James Wan tidak lagi menyutradarai film ini. Tapi, diserahkan ke penulis naskah Insidious 1 dan 2, Leigh Whannel. Jadi, imajinasinya berbeda. Eh, aku baru tau kalau ternyata Leigh Whannel itu adalah Specs. Salah seorang kelompok pemburu hantu bersama Tucker.
Satu yang patut diapresiasi adalah komedinya. Specs (Leigh Whannel) dan Tucker (Angus Sampson) konsisten untuk menghibur dengan tingkah konyol mereka. Apalagi Tucker. Anjir banget ekspresinya.
Bagian horor cuma mendapat 1/3 dari porsi film menurutku. Teror baru mulai terjadi ketika Elise harus menyelamatkan Quinn di The Further. Kayaknya sih itu terjadi 30 menit terakhir. Kenapa gak dari awal langsung tegang kayak gini coba? Pasti lebih seru.
Oh ya, ternyata tanda tanya dari ending Insidious 2 gak terungkap di film ini. Kecewa banget. Mungkin baru terungkap di Insidious berikutnya. Film ini kayaknya mau nyaingin Fast and Furious. Bikin sekuel ampe banyak.
Score ; 7/10
By Arman Zegaisme
0 comments:
Post a Comment