Sembilan tahun yang
lalu Laika menjadi sebuah kejutan
ketika kolaborasi mereka dengan Tim
Burton menghasilkan sebuah animasi yang berani bermain dengan tema gelap, Corpse Bride, yang saat itu berhasil masuk
nominasi Oscar. Ternyata mereka tidak
menjadi sensasi sesaat, karena studio animasi stop-motion ini berhasil
mengulang kesuksesan yang sama dengan dua karya mereka selanjutnya, Coraline dan ParaNorman. The Boxtrolls?
Di sebuah kota kecil White Hats ada sebuah mitos yang
menyebutkan bahwa dibawah kota tersebut ada sekumpulan makhluk kecil yang
dipercaya menjadi masalah karena berupaya meneror para warga. Walikota Lord Portley-Rind (Jared Harris)
bahkan telah menyewa Archibald Snatcher
(Ben Kingsley) untuk memusnahkan makhluk tadi. Tapi muncul perlawanan, yang
celakanya datang dari dua remaja, Winnie
Portley-Rind (Elle Fanning), dan juga Eggs
(Isaac Hempstead-Wright), anak laki-laki yang ternyata dibesarkan oleh para
Boxtrolls.
Saya langsung teringat Ernest & Celestine diawal film ini, dunia atas melawan dunia bawah dengan tema dan juga pesan yang mirip. Tapi masalahnya The Boxtrolls tidak punya apa yang dimiliki oleh kisah tikus dan beruang itu, cerita sederhana tentang isu coexist yang dibanjiri dengan pesona memikat. Hal tersebut terasa lemah, Graham Annable dan Anthony Stacchi seperti berupaya untuk memberikan sesuatu yang berbeda dibandingkan dengan dua film pertama dari studio ini, tapi sayangnya tidak terasa segar, masih dengan keberanian menggunakan cerita yang berat, Laika tampak bingung pada inovasi apa lagi yang harus mereka berikan.
Sulit sih untuk mengatakan ini buruk, karena dengan bagian teknis yang kembali memberikan kualitas yang memuaskan, gerakan dari karakter yang sangat mudah membuat saya tersenyum ketika menyaksikan mereka berdansa hingga aksi kejar-kejaran, mereka juga masih mampu membuat modifikasi pada pattern cerita yang serupa dengan apa yang pernah mereka tampilkan di Coraline dan ParaNorman, petualangan dipenuhi komedi yang terasa manis dan asam penuh unsur cheesy yang tidak menjengkelkan. Masalah The Boxtrolls itu ketika Laika mencoba untuk menciptakan karakter yang, iconic, sebut saja seperti pada Minions di Despicable Me.
Karakter menjadi masalah disini, mereka sering banget terasa mencoba terlalu keras untuk lucu tapi tidak punya pesona yang kuat dan ketika kamu punya cerita yang menarik tapi juga ditemani dengan karakter yang menjemukan dan sering menjadi sumber on dan off nya irama penceritaan, itu yang menjengkelkan. Dan itu juga terasa kontradiktif, karena karakter seperti di set untuk tampil konyol untuk menarik minat penonton muda dengan kenakalan visual yang memang indah itu, tapi tanpa mengikutsertakan daya tarik dan juga pesona yang membuat mereka tinggal lama di ingatan dan menjadi sosok baru yang di kagumi oleh penontonnya.
Laika perlu memikirkan sesuatu yang bukan hanya baru tapi
juga terasa segar. Itu yang kurang di The
Boxtrolls, pekerjaan teknis stop-motion yang masih sama menariknya seperti
pekerjaan mereka yang terdahulu, tapi kurang mampunya mereka menciptakan
karakter yang menarik lalu mengubur potensi film ini untuk mengulangi
kesuksesan Laika sebelumnya, animasi klasik yang sederhana, lucu, dan
mempesona. Jelas animasi yang menghibur, tapi bukan yang terbaik untuk
tahun ini.
0 comments:
Post a Comment