Sejarah perfilman Indonesia memiliki banyak sisi menarik yang bisa diceritakan. Berangkat dari kecintaannya akan film-film Asia, Bastian Meiresonne, seorang pengamat film asal Perancis, memutuskan untuk mengangkat sejarah film aksi Indonesia dalam sebuah film dokumenter berjudul “Garuda Power: The Spirit Within” (2014). Film yang telah diputar dalam Kineforum Misbar serta Jogja-NETPAC Asian Film Festival 2014 ini rencananya akan kembali mengadakan acara pemutaran tahun depan. Apakah film dokumenter ini layak untuk ditunggu kemunculannya? Berikut adalah lima alasan menonton “Garuda Power: The Spirit Within”.
1. Sejarah
Film terkadang hanya dipandang sebagai produk dunia hiburan dan signifikansinya tidak terlalu dipahami secara mendalam oleh banyak orang. Tetapi, dalam film, kita tidak hanya melihat sebuah tontonan eskapis, tetapi juga dokumentasi dari kehidupan dan budaya yang ada di masa tersebut. “Garuda Power: The Spirit Within” yang mengangkat secara khusus tentang film-film aksi di Indonesia tidak hanya hadir dengan cuplikan-cuplikan film lawas yang bisa mengingatkan penonton akan masa lalu. Ia juga mempresentasikan film-film ini dalam sebuah gambaran besar mengenai sejarah perfilman Indonesia yang dimulai dengan “Loetoeng Kasaroeng” di tahun 1926 – sebuah perjalanan panjang yang juga terkait dengar situasi ekonomi, sosial, budaya, dan politik.
Bagi mereka yang tertarik dengan sejarah perfilman lokal, “Garuda Power: The Spirit Within” menawarkan rangkuman singkat mengenai perjalanan sinema Indonesia yang tidak banyak diketahui mereka yang memang tidak berkecimpung di dunia film atau punya ketertarikan tinggi akan bidang ini. Melalui “Garuda Power: The Spirit Within”, kita diajak untuk menyusuri kembali awal kelahiran film aksi di Indonesia, perkembangannya, perubahan-perubahan bentuknya yang dipengaruhi oleh tren dan pasar, serta saat genre ini meredup, hingga kebangkitannya yang semu melalui kehadiran “The Raid” (2011) yang fenomenal.
2. Cuplikan Film Lawas
Meskipun bercerita mengenai sejarah yang mungkin terasa membosankan bagi sebagian penonton, “Garuda Power: The Spirit Within” mengimbanginya dengan memasukkan banyak cuplikan film-film aksi lawas yang sangat menghibur. Mereka yang dibesarkan di tahun ’70 sampai ’90-an tentu sudah tidak asing lagi dengan film-film seperti “Jaka Sembung Sang Penakluk” (1981), “Pandji Tengkorak” (1971), maupun “Saur Sepuh (Satria Madangkara)” (1988). Tetapi, kali terakhir Anda menonton film-film ini tentu sudah sangat lama. Kini, Anda diberi kesempatan untuk mengintip bagian dari kenangan lama ini sekali lagi. Perasaan takjub, geli, dan heran mungkin terselip ketika menyaksikan cuplikan-cuplikan ini. Apalagi ketika Anda menyadari bahwa beberapa film lawas ini ternyata lebih brutal dan berdarah-darah dari yang Anda ingat waktu masih kecil dulu.
3. Legenda Aksi
Bila bicara tentang film-film aksi lawas Indonesia, tentu tak lengkap rasanya kalau tidak menghadirkan perbincangan dengan para legenda aksi Indonesia. Tenang saja, “Garuda Power: The Spirit Within” tidak hanya mengupas topiknya bersama para sejarawan dan kritikus film. Film dokumenter ini juga menghadirkan para pelaku industri film aksi pada saat itu, dan tentu saja, para bintangnya. Nama-nama seperti Barry Prima dan George Rudy merupakan contoh beberapa legenda film aksi Indonesia yang menyumbangkan ceritanya dalam dokumenter ini. Momen-momen yang mencerahkan, mengharukan, serta lucu dapat Anda rasakan ketika mereka mengenang kembali tentang pembuatan film-film aksi di masa lalu.
4. Preservasi Film
Di luar pembahasan mengenai topik utamanya, “Garuda Power: The Spirit Within” juga menampilkan catatan kecil mengenai kondisi kopi film-film tersebut. Sebagian besar di antaranya berada dalam kondisi mengkhawatirkan serta tidak akan bertahan lama tanpa usaha preservasi. Melihat cuplikan film-film yang dihadirkan dalam dokumenter ini, tentu akan sangat sedih rasanya bila tahu bahwa tak lama lagi judul-judul tersebut tidak akan lagi tersedia untuk dapat disaksikan. Seperti bioskop-bioskop tua yang telah ditinggalkan penontonnya di awal film, judul-judul ini perlahan akan terlupakan, rusak, dan hanya akan jadi pengingat yang menyedihkan mengenai sebuah era yang telah lewat. Tetapi, bila kita semua mau untuk memberi perhatian dan berusaha untuk menyelamatkan film-film tersebut, mungkin saja puluhan tahun ke depan kita masih dapat menunjukkan film-film tersebut pada generasi berikutnya, dan menceritakan tentang sejarah budaya Indonesia, tidak hanya lewat kata-kata saja.
5. Kenangan
Menyaksikan cuplikan film-film ini dan melihat wawancara dengan orang-orang di baliknya merupakan kesempatan nostalgia yang langka. Terutama, karena judul-judul yang hadir dalam film dokumenter ini sudah sangat sulit disaksikan. Walaupun tidak ada cara yang mudah untuk melanjutkan nostalgia dengan menonton ulang film-film seperti “Jaka Sembung” dan lain-lain, setidaknya bisa kembali melihat kilasan film-film yang pernah begitu dekat dengan kehidupan penontonnya di masa lalu merupakan sesuatu yang sayang untuk dilewatkan. Meskipun sutradaranya, Bastian Meiresonne, serta sang produser, Julien Thialon, berasal dari Perancis, “Garuda Power: The Spirit Within” dibuat oleh tangan-tangan orang Indonesia. Film dokumenter ini dibuat oleh kita, tentang kita, mengenai masa lalu kita, dan masa depan kita nantinya.
0 comments:
Post a Comment